logo
Tentang KamiKontak Kami

Diduga Menjadi Korban Penganiayaan, Siswa MTs di Lamongan

Diduga Menjadi Korban Penganiayaan, Siswa MTs di Lamongan
Keluarga MHK bersama kuasa hukumnya (rep)
Surabaya, Pro Legal- Salah seorang siswa MTs yang juga santri Ponpes Tarbiyatut Tolabah berinisial MHK meninggal dunia karena diduga dianiaya. Tetapi pihak Ponpes membantah adanya penganiayaan dalam kasus tersebut.

Meski pihak Ponpes membantah dugaan itu, penasihat hukum orang tua MHK, Muhammad Fajri tetap menduga terjadinya kekerasan. Ia menegaskan tewasnya korban itu tidak wajar karena diduga dianiaya dengan ditemukan tanda-tanda luka di tubuh. "Sebelumnya ada isu berkembang kematian MHK ini meninggal karena sakit dan juga ada penganiayaan. Kami menolak keras statement MHK meninggal karena sakit. Kami ingatkan yang di luar menggiring opini kematian wajar kami menolak itu," ujar Fajri, Rabu (30/8).

Lalu Fajri membeberkan kronologi versi pihak keluarga korban. Saat itu, Jumat (25/8) sekitar pukul 06.30 WIB, wali kelas korban di Ponpes Tarbiyatut Tolabah mendatangi rumah orang tua MHK untuk menyampaikan anaknya sedang sakit dan dirawat di RS Sayudi Lamongan.

Mendengar kabar tersebut, orang tua korban pun langsung bergegas ke RS sekitar pukul 07.00 WIB. Setibanya di RS, orang tua MHK harus menelan pahitnya kenyataan karena anaknya telah menghembuskan napas terakhirnya. Saat di RS, sudah ada pihak ponpes. Mereka meminta orang tua MHK untuk sabar dan ikhlas.
Untuk benar-benar memastikan anaknya, orang tua MHK langsung menuju ruang IGD. Petugas RS Sayudi Lamongan pun memberikan penjelasan, bahwa anaknya sudah meninggal dunia ketika dibawa ke RS. "Saat di RS Sayudi Lamongan, keluarga korban mendapati anak sudah dibungkus kain berwarna cokelat. Kemudian petugas RS memberi tahu bahwa pihak ponpes mengatakan MHK segera dimakamkan," jelasnya.

Petugas RS saat itu juga mengatakan kepada pihak keluarga MHK, ada indikasi tidak wajar dalam tewasnya MHK. Lalu, pihak orang tua melakukan perundingan dan akhirnya melaporkan kasus ini ke Polres Lamongan.

Kemudian, jenazah korban dibawa ke RSUD Sugiri Lamongan. Dalam observasi awal, ditemukan luka dan diduga korban meninggal karena luka seperti penganiayaan. "Sehingga dilakukan virtual autopsi oleh RS dan disimpulkan tidak resmi ada penganiayaan korban dan luka di sekujur tubuh, dan kematian karena luka di kepala oleh kekerasan benda tumpul," ujarnya.
Fajri menyebut, ada beberapa kejanggalan atas meninggalnya korban. Yakni luka di kepala hingga anus korban. "Didapati ada luka di bagian belakang kepala, ada lebam merah, pangkal paha dekat kemaluan ada memar merah dan ditemukan di kemaluan korban ada lecet ada luka juga di anus korban," jelasnya.

Selain itu, ditemukan pula fakta-fakta lainnya. Seperti korban sudah meninggal selama lebih dari 24 jam. Pada pengamatan awal, terlihat luka kekerasan di kepala dan tubuh korban.

Saat ini, pihaknya sedang menunggu hasil resmi autopsi dari RS. Menegaskan pula kepada pihak yang menggiring opini, bahwa tewasnya MHK ini wajar. "Kita masih menunggu hasil visum dan autopsi resmi dari RS dan melakukan tindakan hukum lebih lanjut. Statement dari ponpes tidak ada kekerasan dan murni hanya sakit. Kami dari penasihat hukum telaah dan kajian kami menolak atas pernyataan pihak ponpes," ujarnya.

Sampai saat ini 17 orang saksi yang terdiri dari para santri dan pengajar telah diperiksa. "Sampai hari ini ada 17 saksi yang sudah dimintai keterangan oleh penyidik Satreskrim Polres Lamongan," kata Kasi Humas Polres Lamongan Ipda Anton Krisbiantoro, Senin (28/8).

Jumlah saksi yang diperiksa itu, kata Anton, dimungkinkan bertambah seiring penyelidikan yang masih berlangsung. Satreskrim Polres Lamongan, ujarnya, telah membentuk tim untuk penanganan perkara yang terdiri dari Unit 1 hingga 5. "Jadi Satreskrim Polres Lamongan telah membentuk tim untuk menyelidiki kasus yang terdiri unit-unit yang ada Satreskrim," katanya.

Sementara Wakasek Kesiswaan MTs Tarbiyatut Tholabah, M Fatih Taqiyudin mengatakan sepanjang yang ia ketahui, pada Selasa (22/8) hingga Kamis (24/8) MHK masih mengikuti proses belajar mengajar seperti biasanya. Pada Kamis itu, tutur Fatih, pada jam pelajaran ke 7 dan 8, MHK mengeluh sakit sehingga oleh wali kelasnya korban diminta untuk istirahat di kamar pengurus.
"Karena MHK anak yang mukim sehingga istirahatnya di kamar pengurus dan tidak harus pulang. Itu sebatas kami dengar hingga mendengar MHK diketahui meninggal dunia," ujar Fatih kepada wartawan, Sabtu (26/8).

Ketua Pondok Putra, Danang Eko Saputra membenarkan jika MHK meninggal pada Jumat (25/8) saat menjelang salat subuh. Saat dirawat di kamar pengurus juga sudah diberi obat. "Ketika itu, saya membangunkan ternyata tidak merespons dan badannya sudah kaku sehingga saya bersama seorang pengurus pondok membawa ke dokter di Desa Kranji," ujar Danang.

Dari hasil pemeriksaan dokter, baru dipastikan kalau MHK sudah meninggal, MHK dibawa kembali ke Ponpes untuk sementara dan hasil musyawarah pengurus dan petunjuk pengasuh Ponpes, korban dibawa ke RS Suyudi. Usai membawa korban ke rumah sakit, Danang bersama wali kelas ke rumah orang tua siswa di Pambon, Brondong, Lamongan. "Kepada orang tua korban, kami hanya menyampaikan kalau putra Pak Basuni ada di RS Suyudi," jelasnya.

Danang memastikan tidak ada dugaan penganiayaan terhadap almarhum. Terakhir saat MHK mencuci baju bersama temannya juga tidak tidak ada masalah dan mereka mengaku sempat guyon.
Menurut Danang, pihaknya dan pengurus Ponpes tetap menyerahkan penanganannya pada polisi terkait kematian korban. Meski demikian, pihak pondok juga telah melakukan investigasi internal dan sejauh ini tidak ada dugaan yang mengarah ke penganiayaan.(Tim)
Jawa Timur Diduga Menjadi Korban Penganiayaan, Siswa MTs di Lamongan