Sempat Bebas, Mantan Sekretaris MA Nurhadi Kembali Dijebloskan ke Penjara
Mantan Sekretaris MA, Nurhadi Abdurachman (rep)
Jakarta, Pro Legal - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman kembali ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tak lama setelah bebas dari masa hukuman enam tahun penjara akibat perkara suap dan gratifikasi.
Nurhadi saat ini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang juga berkaitan dengan pengurusan perkara di lingkungan MA. "Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/6) sore.
Tim penyidik pada Minggu (29/6) dini hari telah melakukan penangkapan dan Nurhadi langsung dijemput dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, tempat di mana ia baru saja menyelesaikan hukuman sebelumnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Nurhadi telah dijatuhi vonis enam tahun penjara dalam perkara suap dan gratifikasi senilai total Rp 83 miliar. Putusan itu dijatuhkan melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 4147 K/Pid.Sus/2021 tertanggal 24 Desember 2021. Selain itu, ia juga dikenai denda Rp500 juta dengan ketentuan subsider tiga bulan kurungan.
Nurhadi dalam kasus tersebut divonis bersalah bersama menantunya, Rezky Herbiyono. Keduanya menerima suap dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto, senilai Rp45,7 miliar. Suap itu diberikan sebagai imbalan agar Nurhadi dan Rezky membantu pengurusan perkara perdata antara PT MIT dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), terkait sengketa sewa depo kontainer di atas lahan seluas lebih dari 80 ribu meter persegi.
Selain itu, Nurhadi juga terbukti menerima gratifikasi total Rp37,2 miliar dari lima pihak dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya dan Denpasar. Lima orang tersebut yakni Handoko Sutjitro sebesar Rp2,4 miliar, Renny Susetyo Wardani Rp2,7 miliar, Donny Gunawan Rp7 miliar, Freddy Setiawan Rp23,5 miliar, dan Riadi Waluyo Rp1,68 miliar.
Nurhadi sempat masuk dalam daftar buronan KPK selama tiga bulan setelah lima kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Rumahnya di kawasan Hang Lekir, Jakarta Selatan, digeledah penyidik. Dalam penggeledahan itu, sang istri, Tin Zuraida, diduga merobek dokumen dan membuangnya ke toilet. KPK juga menyita uang tunai Rp1,7 miliar dari rumah tersebut.
Namun pelarian Nurhadi berakhir pada Juni 2020. Ia ditangkap penyidik KPK di sebuah rumah di Simprug, Jakarta Selatan, usai buron selama 180 hari sejak ditetapkan sebagai tersangka. Penangkapan itu dilakukan setelah serangkaian penggeledahan di Jakarta, Tulungagung, Surabaya, dan Bogor.
Saat penggeledahan itu, KPK menemukan belasan mobil mewah di sebuah vila di kawasan Ciawi, Bogor, yang diduga milik Nurhadi. Selain itu, ia diduga mengalihkan kekayaan hasil korupsi ke sejumlah aset seperti tanah dan bangunan di Jakarta dan Bogor, kebun sawit seluas 134 hektare di Padang Lawas, serta lahan perkebunan 39,5 hektare di daerah yang sama. Ia juga diduga memiliki koleksi kendaraan mewah seperti Ferrari F430 Scuderia dan F458 Spider, serta jam tangan mewah Richard Mille, Audemars Piguet, dan Patek Philippe, yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Tak hanya itu, Nurhadi juga disinyalir mengalihkan kekayaannya melalui orang-orang terdekat seperti istri, anak, menantu, hingga orang kepercayaannya.
Bahkan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman bahkan menyebut Nurhadi kerap menukar uang dalam jumlah besar di money changer kawasan Cikini dan Mampang. Ia mendesak KPK menjerat Nurhadi dengan Pasal TPPU, sembari menyertakan salinan tiga kuitansi pembelian apartemen di District 8, Jakarta Selatan, atas nama istrinya dengan total nilai ratusan juta rupiah. "Di tengah merebaknya virus corona, copy kuitansi telah disampaikan kepada KPK via email Pengaduan Masyarakat KPK sebagaimana terdapat dalam foto screenshot," ujar Boyamin Jum'at (27/3).(Tim)