Kejagung Berhasil Ungkap 2 Klaster Korupsi di Kasus Fasilitas Kredit PT Sritex
Para tersangka kasus korupsi PT Sritex (rep)
Jakarta, Pro Legal-Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut ada dua klaster korupsi pemberian fasilitas kredit perbankan kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang tengah diusut. "Penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi di PT Sritex ini terbagi menjadi dua klaster," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, Selasa (22/7).
Menurut Nurcahyo, klaster pertama terdiri dari 3 bank pembangunan daerah (BPD) yang memberikan kredit kepada Sritex. Ketiga bank itu merupakan Bank DKI, Bank Jateng, dan Bank Jawa Barat.
Kejagung telah menetapkan para pejabat yang bertanggung jawab dalam pemberian kredit sebagai tersangka dalam klaster yang pertama ini. Sementara untuk klaster kedua terdiri dari bank-bank sindikasi seperti BNI, BRI dan LPEI. "Satu lagi klaster yang kami masih melakukan penyidikan juga, yaitu terhadap pemberian kredit di dua bank, yaitu BNI, BRI dan LPEI. Kreditnya ini kredit sindikasi," ujarnya.
Tetapi Nurcahyo mengatakan dari klaster itu pihaknya masih belum menetapkan tersangka. Ia mengaku proses pendalaman dan pencarian alat bukti masih terus dilakukan oleh penyidik melalui pemeriksaan saksi. "Saat ini masih dalam proses penyidikan tentunya. Nantinya pengembangannya juga akan kami sampaikan," ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total 11 orang sebagai tersangka terkait korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex. Salah satu tersangka merupakan Eks Dirut PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto.
Kejagung menyebut kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1,08 triliun. Kerugian itu berasal dari kredit yang diberikan Bank DKI, Bank Jateng, dan BJB, kepada Sritex namun tak bisa dilunasi.
Nilai kerugian itu sesuai besaran kredit dari Bank yang seharusnya digunakan sebagai modal kerja namun justru digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non produktif. Mereka para tersangka itu diduga bersekongkol untuk memberikan kredit kepada Sritex. Diduga, pemberian tersebut dilakukan secara tidak sesuai aturan.(Tim)