Jakarta, Pro Legal- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setidaknya menemukan 17 poin permasalahan di dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang sedang dalam pembahasan di DPR RI.
KPK sudah melakukan kajian dan dalam waktu dekat akan menyebarkan itu ke pihak terkait. "Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan dan tentu nanti hasilnya juga akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (16/7).
Diantara point itu, salah satu poin yang paling disorot adalah muatan dalam RKUHAP yang mengesampingkan sifat kekhususan (lex specialis) penanganan kasus tindak pidana korupsi. "Nanti akan kami sampaikan secara detail seperti apa ya termasuk soal lex specialis ya karena korupsi ini sebagai extraordinary crime ya tentu juga butuh upaya-upaya hukum yang khusus," ujar Budi.
Budi ungkapkan jika kajian tersebut sudah dalam tahap finalisasi. "Kami segera kirim masukan itu," ujarnya. Keberatan lain yang sebelumnya disampaikan KPK terkait RKUHAP adalah mengenai larangan bepergian ke luar negeri yang hanya diberlakukan untuk tersangka. Padahal, berdasarkan Undang-undang KPK, saksi dan pihak terkait juga bisa dilakukan pencegahan ke luar negeri.
KPK juga menyoroti poin mengenai penyelidikan dan penyadapan. "Penyadapan misalnya, dalam RUU KUHAP disebutkan penyadapan dimulai pada saat penyidikan dan melalui izin pengadilan daerah setempat ya. Namun, penyadapan yang dilakukan oleh KPK selama ini telah dimulai sejak tahap penyelidikan, dan tanpa izin pengadilan negeri atau pengadilan tinggi di daerah setempat," jelas Budi.
Draf RKUHAP yang sudah disepakati DPR dan pemerintah itu juga mereduksi kewenangan penyelidik KPK. "Penyelidik dalam RUU KUHAP itu hanya berwenang untuk mencari peristiwa tindak pidananya, sedangkan penyelidik di KPK bahkan sampai mencari sekurang-kurangnya dua alat bukti," ujar Budi.(Tim)