logo
Tentang KamiKontak Kami
Iklan Utama 2

Dimanakah Pancasila ?

Dimanakah Pancasila ?
Oleh : Gugus Elmo Ra’is

Sejak 1 Juni 1945, Pancasila yang merupakan intisari perababan Bangsa Indonesia telah disepakati sebagai falsafah negara. Lahirnya Pancasila merupakan hasil dari proses dialektika budaya yang panjang serta pemikiran pemikir-pemikir besar bangsa Indonesia. Sebagai dasar (philosophischegrondslags), Pancasila merupakan lem perekat kebangsaan yang berhulu dari keinginan bersatu, le desir de’etre ensemble seperti tesisnya Ernest Renan.

Sehingga muncul kesamaan perangai karena dilandasi oleh perasaan senasib sepenanggungan, berdasarkan tesis Otto Bauer.

Para founding fathers itu tentu berharap jika Pancasila sebagai falsafah negara bisa tersublimasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap setiap individu sehingga melahirkan semangat nasionalisme untuk meletakkan kepentingan bangsa diatas segala-galanya tentu dengan tidak memasung hak-hak individu.

Soekarno dkk ingin membangun kesadaran individu bahwa cinta terhadap tanah air berada diatas cinta antara sesama. Maka falsafah itu lebih dijabarkan secara teknis dalam bentuk Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD 1945 itulah hak-hak dan kewajiban setiap warga negara telah diuraikan secara jelas.

Pancasila sebagai teks falsafah negara dengan mudah bisa kita temui di berbagai lokasi. Tetapi munculnya fenomena radikalisme, ekstremisme sebagai bentuk dari ekspresi kebebasan sebagai dampak dari amandemen UUD 1945 telah melahirkan pertanyaan besar dimanakah Pancasila itu kini berada ?.

Siapakah orang yang Pancasilais dan siapakah kaum radikalis bahkan siapa ekstremis itu yang sesungguhnya. Karena mustahil muncul radikalisme dan ekstremisme jika semua elemen bangsa memahami dan menjalankan Pancasila secara baik dan benar.

Sistem Pemilu langsung yang menghasilkan suara terbanyak (voting) demi mufakat, apakah itu telah sesuai dengan Sila ke 4 Pancasila yang menempatkan musyawarah sebagai mekanisme untuk memperoleh kata sepakat, apakah itu bisa disebut Pancasilais ?.

Apakah berdemokrasi secara yang bebas menebar hoaks dan framing itu juga telah sesuai dengan jiwa Pancasila terutama sila ketiga Persatuan Indonesia. Membiarkan diri larut dalam sikap saling hujat melalui medsos ituapakah telah sesuai dengan Pansaila terutama sila ketiga ?.

Apakah kebijakan membiarkan orang asing memperoleh pekerjaan dengan mengabaikan hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan yang layak sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 itu merupakan jiwa yang Pancasilais ?.

Membiarkan rakyat miskin dari tanggung jawab negara dengan tetap mengenakan biaya untuk berobat sesuai dengan Sila Ke 2 serta Pasal 34 UUD 1945 itu telah mencerminkan jiwa Pancasila.?.

Membiarkan kekayaan alam di Indonesia diekspolitasi oleh asing dan tidak bisa dipergunakan sebesar besarnya demi kemakmuran rakyat itu telah sesuai dengan Pancasila serta UUD 1945 terutama Pasal 33.

Membiarkan pengelolaan air dikuasai oleh perusahaan asing itu apakah juga berjiwa Pancasila ?.

Opini ini hanya ingin mengajak kita untuk instropeksi diri sebelum menuding orang lain itu tidak Pancasilais. Mari kita masing-masing melakukan muasabah bahwa kehidupan kita sehari-hari masih jauh dari nilai-nilai Pancasila.

Falsafah negara yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti lima dasar ini baru sebatas retorika, masih banyak diantara kita yang belum faham apalagi mengamalkan jiwa Pancasila.

Pancasila masih sebatas menjadi standar nilai atau standar moral tanpa isi. Semua orang dengan mudah menuduh orang lain atau kelompok lain tidak Pancasilais tetapi tanpa sadar dirinya masih bersikap rasis dan anarkis.

Mustahil jiwa nasionalisme dan Pancasilais itu bisa tertanam dalam jiwa setiap warga negara tanpa ada budaya literasi tentang apa, makna dan tujuan Pancasila itu ditetapkan sebagai falsafah negara. Pancasila menjadi elemen terpenting dalam proses nation character building (proses pembentukan karakter bangsa).

Maka sudah seharusnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) itu dikembalikan dalam kurikulum pendidikan nasional.

Karena sesungguhnya ilmu tanpa amal itu seperti orang pincang sementara amal tanpa ilmu itu seperti orang buta. Maka dari pada terus bertikai dalam wacana tentang siapa yang paling Pancasilais, sudah saatnya Pancasila kembali digali dan diamalkan sebagai pondasi berbangsa dan bernegara.***
Opini Dimanakah Pancasila ?
Iklan Utama 5