logo
Tentang KamiKontak Kami

Penetapan Penahanan Terhadap STD Dinilai Penasehat Hukum Terdakwa Sebagai Tindakan Gegabah

Penetapan Penahanan Terhadap STD  Dinilai  Penasehat Hukum Terdakwa Sebagai Tindakan Gegabah
Irawan Arthen,S.H., M.H, MM. (ist)
Tangerang, Pro Legal- Penasehat hukum terdawka STD, Irawan Arthen SH.MH.MM menilai jika penetapan penahanan (tahanan Rutan) terhadap STD dalam perkara No.1315/PidSus/2023/PN.TNG, di Pengadilan Negeri Tangerang sebagai tindakan yang gegagah. Apalagi bila alasan penetapan penahanan itu hanya berdasar karena ketidak hadiran Terdakwa perkara KDRT itu pada sidang pertama hari Senin, 28 Agustus 2023, lalu.

Hal itu dikemukakan oleh penasehat hukum terdakwa, Irawan Arthen, S.H, M.H, M.M dan Jalimson Sipayung, S.H melalui keterangan tertulisnya, Senen (11/9).” Bahwa, majelis hakim dalam menetapkan penahanan menggunakan alasan ketidak hadiran Terdakwa pada sidang pertama yaitu hari Senin, tanggal 28 Agustus 2023, sungguh tidak patut dan tidak benar dijadikan alasan hukum,” ujarnya.

Irawan menjelaskan jika ketidak hadiran terdakwa itu juga karena terdakwa maupun penasehat hukumnya tidak memperoleh surat panggilan dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun pihak pengadilan,”Terdakwa atau penasehat hukum terdakwa tidak pernah mendapatkan surat panggilan atau setidaknya pemberitahuan baik dari JPU atau Kejari Tangsel maupun dari PN Tangerang,” jelasnya.

Sehingga Irawan sangat menyayangkan langkah majelis hakim yang terkesan gegabah dan tidak cermat dalam menetapkan penahan Rutan (4 September 2023) terhadap Terdakwa STD itu, “Sebab penahanan tersebut dilakukan oleh majelis hakim melalui hakim ketua sungguh diluar penerapan hukum yang patut dan benar bahkan menurut kami penggunaan kewenangan itu sangat sewenang-wenang,” . ujarnya.

Majelis hakim, menurut Irawan dan Jalimson seharusnya bersikap bijak dengan menggunakan hati nurani dalam menyikapi persoalan itu, karena penetapan penahanan itu telah mengakibatkan penderitaan yang sangat dan menimbulkan kerugian yang tidak sedkit, bahkan dapat berpengaruh buruk bagi masa depan
Terdakwa. “Kami menyebut hukuman karena bagi kami penahanan itu sudah merupakan hukuman, lebih lagi bila penerapan status tahanan seseorang di rutan tidak jauh beda dengan seorang terhukum,” ujarnya.

Selama proses penyidikan di Polres Tangsel, menurut Irawan dan Jalinsom terdakwapun bersikap kooperatif. Apalagi menurut Irawan kasus bermula dari hal yang sepele yakni perebutan kartu kredit antara suami istri. Dan peristiwa telah terjadi 4 tahun lalu, ketika keduanya belum bercerai. Saat ini keduanya sudah berpisah, bahkan sang pelapor (mantan istri terdakwa) saat ini statusnya sudah menikah lagi,”Seharusnya ini bisa menjadi pertimbangan wajib bagi sang hakim yang mulia,” ujarnya. Meskipun majelis hakim berdalih jika dasar dan alasan penetapan penahanan Terdakwa : - Terdakwa didakwa pasal 44 ayat (1) dan ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT.

Majelis hakim sebelum membuat penetapan penahanan rutan harusnya memeriksa terlebih dahulu perihal ketidak hadiran Terdakwa dan JPU. “Seharusnya Hakim memeriksa terlebih dahulu apakah Terdakwa sudah dipanggil secarah sah. Seharusnya Hakim menanyakan kepada JPU perihal ketidak hadiran Terdakwa dan JPU - Seharusnya Hakim menanyakan Terdakwa perihal ketidakhadiran Terdakwa,” urai Irawan.

Sebelum membuat penetapan penahanan, menurut Irwan, hakim seharusnya mengerti dan memahami, jangankan seorang yang dikenakan penahanan kota, seorang yang tidak dikenakan penahanan pun bila tidak hadir dalam persidangan, “Hakim wajib memeriksa apakah Terdakwa sudah dipanggil secara sah? sebagaimana dimaksud dalam pasal 154 KUHAP, bila sudah dipanggil secara sah maka sidang harus ditunda dan dilakukan lagi pemanggilan terhadap Terdakwa, bila setelah dipanggil secara sah dan tidak datang juga barulah hakim memerintahkan agar Terdakwa dihadirkan secara paksa. Apa yang terjadi ? Faktanya ketua majelis hakim langsung saja membacakan penetapan penahanan Terdakwa (tahanan Rutan), tanpa terlebih dahulu melakukan, memeriksa apakah terdakwa sudah dipanggil “secara sah”, sebagaimana dimaksud pada pasal 154 ayat (2), ayat(3) , ayat (4) dan ayat (6) KUHAP,” urainya.(ger)
Pidum Penetapan Penahanan Terhadap STD  Dinilai  Penasehat Hukum Terdakwa Sebagai Tindakan Gegabah