logo
Tentang KamiKontak Kami
Iklan Utama 2

Perlu Politik Konsesi

Perlu Politik Konsesi
Ilustrasi
Oleh : Gugus Elmo Ra’is

Tantangan paling berat yang dihadapi oleh Presiden RI periode 2019-2022 adalah menciptakan stabilitas politik, ekonomi dan sosial. Maklum, pergumulan yang sangat sengit selama Pemilu 2019 dikhawatirkan akan memunculkan fenomena apa yang disebut oleh Lester C Thurow, sebagai zero sum game atau permis the winner take all (pemenang berhak mendapat segalanya). Atau yang lebih ekstrim dalam terminology Jawa dikenal dengan tumpas kelor (politik babat habis). Maka, bila itu yang terjadi, akan menjadi tragedi politik yang menyeramkan dan akan menyebabkan terjadinya instabilitas.

Dalam Pemilu 2019 setidaknya ada 7.968 Caleg yang terdiri dari 4.774 adalah Caleg laki - laki dan 3.194 Caleg perempuan yang bertarung memperebutkan kekuasaan politik. Para Caleg dari 16 partai dan 4 partai lokal itu itu dibagi menjadi dua blok politik yang saling berhadapan. Apalagi dengan sistem Pemilu secara langsung dan proporsional, masing-masing kontestan telah mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Sehingga kemenangan maupun kekalahan akan melahirkan dampak psikologis dan ekomonis yang luar biasa. Tak mengherankan bila para pihak all out untuk memperebutkan kekuasaan itu. Bahkan pertarungan itu telah dibumbui dengan berbagai framing dan stigma melalui hoax yang melahirkan luka hati masing-masing pihak. Munculnya tuduhan kecurangan itu berhulu dari sikap tidak mau kalah plus hati yang telah terluka.

Maka siapapun yang akan dinyatakan menang setelah proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) pasti akan mendapat warisan dalam bentuk ‘dendam politik’. Pemerintahan yang akan datang dituntut untuk memiliki management konflik yang lebih baik. Dan tidak melakukan politik tumpas kelor yang hanya akan memproduksi dendam politik. Disinilah pentingnya memiliki pemimpin yang mempunyai jiwa negarawan. Pemimpin yang tidak hanya mengakomodir kepentingan kelompoknya semata.

Dalam sistem parlemen, oposisi merupakan sebuah keniscayaan sebagai alat kontrol terhadap eksekutif dan pusat kekuasaan ala Montesceu. Tetapi bila opisisi itu berbekal energy dendam politik, pasti itu akan menjadi kontra produktif karena bisa menimbulkan ketidakstabilan pemerintah. Sehingga konsentrasi pemerintah akan selalu terbelah antara mewujudkan program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau sibuk menyelamatkan pemerintahannya dari rongrongan dan gangguan oposisi.

Untuk menciptakan stabilitas politik, ekonomi dan sosial itu, siapapun presidennya harus belajar dari Presiden SBY yang terbukti bisa menciptakan stabilitas politik sehingga ekonomi bisa tumbuh secara spartan pada kisaran 5,5%-6% pertahun. Dengan stabilitas kelas menengah bisa tumbuh dan bertahan sehingga bisa mempengaruhi dan menarik kelas bawah. Bahkan dalam laporan bertajuk “The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia’s Potential,” lembaga konsultan McKinsey Global Institute sempat memperkirakan kelas konsumen Indonesia tumbuh menjadi 135 juta orang pada 2030 dari 45 juta orang tahun 2010. McKinsey Global Institute mengategorikan kelas konsumen sebagai penduduk dengan pendapatan per kapita lebih besar atau sama US$3.600 per tahun.

Salah satu strategi SBY yang dinilai efektif untuk menciptakan stabilitas politik adalah menerapkan politik konsesi terhadap lawan-lawan politiknya. Tanpa mengesampingkan pendekatan professional, SBY banyak mengakomodir para tokoh dari berbagai kalangan dengan memberikan jabatan di beberapa  lembaga. Bila perlu membuat lembaga baru. Memeng terkesan boros tetapi pemerintahan relative stabil, sehingga perekonomian juga relative stabil. Terbukti World Economic Forum sempat memberikan penghargaan, Global Statemenship Award kepada SBY.  

Sebagai catatan, dari sekitar 7968 Caleg yang berlaga dalam Pileg 2019 yang terpilih dan bisa masuk Senayan hanya 561 orang. Praktis sisanya akan gigit jari. Persoalannya apakah mereka akan rela dan ikhlas begitu saja. Ketidak dewasaan dalam berdemokrasi itu tetaplah sebuah realitas yang harus disikapi. Meski Presiden yang akan datang mungkin tidak harus sebanyak SBY dalam menebar konsesi, tetapi itu tetap mutlak diperlukan untuk menciptakan stabilitas politik. Politik konsesi adalah bagian dari upaya rekonsilisi nasional.  

Konsesi itu juga tidak membungkam oposisi, toh parlemen masih tetap bisa bersikap kritis terbukti dengan adanya Pansus Century dll. Konsideran untuk penghematan anggaran negara tidak selamanya efektif, terbukti Pemilu serentak menimbulkan persoalan yang komplek. Besaran angka dari anggaran negara yang diperlukan untuk mendukung politik konsesi itu bisa di break down, lebih mahal mana antara biaya politik konsesi dengan dampak dari kebijakan yang berhulu dari konsideran penghematan anggaran negara dengan social cost yang harus ditanggung negara  dalam menangani konflik sosial karena adanya pertikaian yang menjadi dampak dari adanya dendam politik.***
Opini Perlu Politik Konsesi
Iklan Utama 5