logo
Tentang KamiKontak Kami
Iklan Utama 2

Kebijakan Nggaramin Laut

Kebijakan Nggaramin Laut


Oleh : Gugus Elmo Ra’is

Untuk menanggulangi wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19), pemerintah telah menerbitkan instrumen hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 tentang, Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid 19. Untuk mendukung paket kebijakan itu pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 405,1 triliun yang berasal dari dana realokasi, refocusing, serta mandatory spending (penyesuaian belanja negara) dalam APBN 2020. Alokasi anggaran itu terbagi menjadi beberapa pos anggaran seperti, Rp 150 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan serta Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat.

Distribusi anggaran untuk perlindungan sosial sebesar Rp 110 triliun itu diantaranya adalah, pemberian bantuan terhadap 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) penerima Program Keluarga Harapan (PKH), dengan nilai bantuan dinaikan 25% setahun. Bantuan untuk 20 juta penerima kartu sembako yang naik 33 % selama 9 bulan. Pemberian bantuan terhadap penerima Kartu Pekerja sebesar Rp 20 triliun yang diprediksi bisa untuk mengcover 5,6 juta pekerja informal. Pemberian bantuan untuk subsidi tarif listrik dan kredit rumah serta pemberian paket sembako.

Pemberian bantuan melalui program Jaring Pengaman Sosial (social safety net) yang sering saya usulkan sebelumnya ini layak untuk diapresiasi sebagai upaya antisipasi (forward looking) terhadap kemungkinan terjadinya dampak susulan (contagion effect), tetapi kebijakan itu masih harus dibedah efektifitasnya. Seperti kita ketahui bahwa pandemic Covid 19 ini telah menyasar semua kalangan sehingga dampaknya menimpa semua strata social, baik kalangan miskin, setengah miskin, menengah serta yang kaya.

Maka bila pemberian bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) itu menggunakan pola yang lama dan hanya berbasis data PKH sekitar 10 juta KPM, atau katakanlah sesuai data 9,22 % orang miskin atau sebesar 24, 7 juta jiwa plus 5,6 juta pekerja sektor informal, angka itu masih jauh dari harapan. Bila kita kalkulasi dikurangi dari strata sosial itu berarti hanya sekitar 30 juta jiwa yang menerima bantuan dari pemerintah, sementara estimasinya sekitar 71 persen penduduk kita atau sekitar 180 juta jiwa masyarakat kita masuk kategori masyarakat setengah miskin.

Dan merekalah yang sangat terdampak oleh wabah Corona terutama adalah masyarakat miskin kota yang tidak bisa kemana-mana dan mereka tidak memiliki simpanan atau cadangan untuk kebutuhan sehari-hari khususnya segmen masyarakat yang tidak tersentuh oleh program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tetapi mereka tidak memiliki cadangan dan simpanan untuk kebutuhan sehari-hari. Maka bila pemerintah tidak segera melakukan evaluasi, kebijakan itu tak ubahnya seperti menggarami air laut yang tidak ada pengaruhnya sama sekali.

Untuk itu perlu dibreakdown ulang berapa sebenarnya jumlah masyarakat yang benar-benar memerlukan bantuan, melalui struktur pemerintahan yang paling bawah seperti RT dan RW sekaligus untuk mensosialisasikan kepada masyarakat untuk melakukan pendekatan basic community. Agar masyarakat yang memiliki pendapatan lebih bisa membantu para tetangganya. Pemberian bantuan JPS ini bisa diberikan secara random terhadap masyarakat yang masuk wilayah zona merah, toh pemberian JPS terkait dengan wabah Covid 19 ini diprediksi hanya berlaku dua-tiga bulan, dengan demikian alokasi anggaran itu tidak lebih dari tri wulan atau maksimal satu semester.

Sehingga tidak semua alokasi anggaran sesuai dengan Perppu No 1 2020 itu akan digunakan dan bisa ditekan seminimal mungkin. Dengan demikian anggaran APBN tahun 2020 ini tidak diploting sepenuhnya hanya untuk menanggulangi Wabah Corona agar proses pembangunan bisa tetap berjalan. Karena bila tidak ada public spending dalam bentuk belanja modal serta pengadaan barang dan jasa pasca meredanya wabah Corona perekonomian nasional pasti akan mengalami resesi yang sangat parah.

Sikap mengabaikan kelas sosial yang berada satu strip di atas masyarakat miskin ini sangat berbahaya. Karena akan berpotensi terjadinya pembangkangan sipil (civil disobediens) yang bisa berujung terjadinya gejolak sosial. Maka berulangkali artikel saya mengingatkan itu, karena mereka yang tidak pernah tersentuh oleh program bantuan pangan dari pemerintah itu saat ini juga ikut menderita karena kena dampak oleh berbagai kebijakan seperti social distancing dan physical distancing, sehingga mereka tidak bisa bekerja dan memperoleh pendapatan.***
Opini Kebijakan Nggaramin Laut
Iklan Utama 5