Jumlah Pasien HIV/Aids di RSHS Bandung Mencapai 1.700 Orang
Ilustrasi (rep)
Bandung, Pro Legal- saat ini Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung mencatat jumlah pasien HIV yang menjalani pengobatan masih bertambah meski tren kenaikan mulai melambat. Mayoritas pasien berada di usia produktif, didominasi laki-laki.
Menurut Ketua Penanggulangan HIV RSHS, dr. Rudi Wisaksana, saat ini tercatat sekitar 1.700 pasien rutin berobat di RSHS sepanjang 2025. "Jumlahnya masih bertambah tapi sudah mulai menurun dibanding tahun-tahun lalu. Kalau RSHS kita merawat sekitar 1.700an, lah. Yang rutin berobat saat ini kira-kira sekitar 1700. Kalau angka persisnya mungkin mintanya ke dinas kesehatan, karena di situ kan catatannya paling lengkap dari semua tempat gitu kan," ujar Rudi, Selasa (2/12).
Rudi mengungkapkan jika para pasien HIV didominasi kelompok usia produktif 25-40 tahun, mayoritas laki-laki. Sebagian besar dari mereka memanfaatkan layanan pembiayaan BPJS selama menjalani terapi. "Kebanyakan memakai BPJS, tapi tidak semua," ujar Rudi. Dalam peringatan Hari AIDS Sedunia 2025, RSHS mengusung tema "Merangkul dengan Empati" yang sejalan dengan tema nasional "Bersama Hadapi Perubahan: Jaga Keberlanjutan Layanan HIV."
Dalam penjelasannya Rudi menuturkan jika salah satu masalah terbesar yang masih dihadapi pasien HIV/AIDS adalah stigma dan diskriminasi, termasuk di fasilitas medis. "Walaupun layanan sudah membaik, masih ada stigma dan diskriminasi. Itu menghambat layanan, menambah waktu, dan mempersulit pasien. Harus dihilangkan," ujarnya.
Dia menyebut tenaga kesehatan memiliki peran kunci dalam menjaga kualitas layanan yang inklusif. "Mungkin karena kelelahan atau banyak pekerjaan, mereka tidak sengaja menstigma. Karena itu kami berusaha perbaiki agar layanan lebih ramah terhadap siapa pun," ujarnya.
Komitmen itu diwujudkan melalui penandatanganan deklarasi oleh tenaga kesehatan RSHS dalam gelaran Hari AIDS Sedunia.
Direktur Utama RSHS Bandung, dr. Rachim Dinata Marsidi menekankan bahwa diskriminasi bukan hanya persoalan etika layanan, melainkan turut menghambat keberhasilan pengobatan. "Tidak boleh ada lagi diskriminasi dalam pelayanan kesehatan dan tidak boleh ada hambatan bagi mereka yang ingin mengakses layanan," ujarnya.
Rachim menyebut Indonesia sudah berkomitmen bersama dunia untuk mencapai target Ending HIV 2030, yang membutuhkan kolaborasi lintas sektor, inovasi layanan, hingga pendampingan berkelanjutan bagi pasien.(Tim)