a a a a a a a a a a a
logo
Tentang KamiKontak Kami
Iklan Utama 2

12 Kabupaten-Kota Sumatera Utara Terancam Longsor Akibat Hutan Rusak Termasuk Samosir

12 Kabupaten-Kota Sumatera Utara Terancam Longsor Akibat  Hutan Rusak Termasuk Samosir
Foto: Kawasan Hutan Kemasyarakatan Kenegerian Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir kini mengalami kerusakan dengan menemukan sejumlah barang bukti getah pinus yang diduga milik KPJS (rep).
Sibolga, Pro Legal- Sumatera Utara berduka, setelah empat kabupaten-kota terendam banjir akibat bukan saja curah hujan yang tinggi, tetapi juga karena sejumlah perusahaan diduga merusak Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Kemasyarakatan (HKm) mematikan pohon dengan cara (mencoak-red) menderes getah pinus, serta menebang pohon untuk dijadikan bahan baku demi kepentingan bisnis dengan tameng mengantongi izin dari Kementerian Kehutanan.

Perambahan hutan ini sudah berlangsung 40 tahun silam tanpa pengawasan baik dari pemerintah daearah maupun Kementerian Kehutanan. Apa saja yang ada di hutan mereka sikat tanpa mempedulikan dampak seperti yang terjadi di empat kabupaten-kota tersebut.

Kini, masyarakat empat kabupaten/kota yaitu Tapteng, Sibolga, Tapsel, Padang Sidempuan, Taput, Tarutung dan Humbang Hasundutan (Humbahas) Doloksanggul mengalami musibah banjir dan longsor, baru-baru ini. Akibatnya, puluhan orang meninggal dunia, rumah-harta benda, ternak serta lahan pertanian mereka hancur lulu lantah, gagal panen.

Jika, perusakan hutan ini dibiarkan terus menerus---Pulau Sumatera Utara terancam tenggelam mengakibatkan jutaan warga bukan saja sengsara, juga mati sia-sia akibat air terjun bebas dari gunung.

Karena itu, Presiden Parabowo Subianto yang sangat mencintai rakyat harus turun langsung ke TKP (Tempat Kejadian Perkara)---termasuk meninjau Hutan Kemasyarakatan yang ada di Pulau Samosir. Untuk melihat kerusakan hutan tersebut, kini tidak perlu lagi pakai helicopter atau pesawat. Cukup klik google map—bisa terlihat separah apa kerusakan hutan yang ada di Pulau Sumatera Utara.

Kalau tidak, menteri, gubernur, bupati dan walikota akan terus membiarkan perusahaan atau koperasi yang merusak hutan itu karena diduga mendapat “jatah” harian, mingguan, bulanan dan tahunan.

Itu sebabnya, perusahaan yang merusak hutan tersebut bebas melakukan apa saja, bahkan untuk masuk ke areal PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang sudah mengantongi izin dari Kementerian Kehutanan 40 tahun silam, melarang setiap orang yang masuk ke Lokasi tersebut tanpa seizin atasan.

Keamanan cukup ketat. Ini terlihat, ketika Anggota DPR-RI dan Anggota DPRD Kabupaten Simalungun untuk melihat kondisi banjir dan longsor di Sihaporas, pihak keamanan PT TPL melarang mereka masuk.

Sejumlah pejabat PT TPL juga diduga memberikuasa kepada penebangan liar atau illegal logging yang merusak lingkungan hutan mengakibatkan selain hilangnya habitat satwa juga meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor karena hilangnya pohon yang berfungsi menahan air dan tanah—dst.

Mereka memakai tameng izin konsesi TPL yang disebut-sebut Hutan Tanaman Industri---ternyata ”mafia” menebang dan menjual kayu alam hutan dengan bagi hasil.

Sementara pejabat Dinas Kehutanan diduga “tutup mata” karena “mendapat jatah” dari PT TPL. Perusahaan ini diuntungkan karena mengurangi biaya membersihkan dan pengosongan lahan baru. Bahkan, menampung kayu hutan alam dari Tapanuli Raya sejak tahun 1983.

Sejak itulah, muncul truk logging ( truk pengangkut kayu gelondongan) hingga menjadi ajang bisnis sampingan para direktur PT TPL dan pejabat lain bermain diduga secara “sembunyi” menerima “sogokan”.

Karena itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution mendapat apresiasi dari masyarakat Tapanuli Raya meski sebatas rekomendasi Tutup TPL, karena memang gubernur tidak berwenang mencabut izin Menteri Kehutanan.
Hutan Kemasyarakatan Kenegerian Ambarita, Simando, Kabupaten Samosir

Begitu pula yang terjadi di Kenegerian Ambarita, Kecamatan Simando, Kabupaten Samosir. Di sini, Kementerian Kehutanan memberikan izin kepada Koperasi Parna Jaya Sejahtera (KPJS) untuk mengelola Hutan Kemasyarakatan (HKn) seluas 688 hektar yang terletak di gunung lima desa yaitu, Desa Ambarita, Desa Garoga, Desa Sialagan/Pinda Raya, Desa Unjur dan Desa Martoba. KPJS diduga memakai tameng koperasi dengan alasan untuk mensejahterahkan masyarakat. Faktanya, bohong.

Karena itu, tiga kepala desa yaitu Kepala Desa Ambarita Oberlin Sitio, Kepala Desa Garoga Jannes Rumahorbo dan Kepala Desa Unjur Saudara Nainggolan secara resmi mencabut dukungan yang sempat menandatangani pendirian koperasi tersebut, karena merasa dibohongin. Begitu pun, puluhan anggota koperasi mengundurkan diri dari KPJS karena merasa ditipu.

Pernyataan itu disampaikan saat masyarakat bertemu dengan Anggota DPRD Sumatera Utara Timbul Silaen, KPH13 Dolok Sanggul, Perhutani Sosial dan Penegakkan Hukum Dinas Kehutanan Pemprov Sumatera Utara di Aula Gereja, HKPB Ambarita, baru-baru ini.

Pertemuan ini merupakan tindaklanjut hasil RDP (Rapat Dengar Pendapat) di DPRD Kabupaten Samosir yang menghasilkan kesepakatan untuk menghentikan kegiatan penyadapan getah pinus di Kawasan Hutan Kemasyarakatan. Faktanya, KPJS hingga kini diduga masih melakukan aktifitasnya karena merasa memiliki izin dari Menteri Kehutanan. Karena itu, masyarakat Kenegerian Ambarita dengan membawa sejumlah dokumen dan barang bukti mendesak Menteri Kehutanan untuk mencabut izin tersebut.“Kami tidak ingin mati tertimbun longsor akibat hutan dirusak dengan alasan apa pun, seperti yang terjadi di Sibolga, Tapteng. Kami justru mengajak anak-anak naik kegunung untuk menanam pohon di sekitar kawasan hutan yang rusak demi melestarikan alam guna keberlangsungan hidup anak-anak kami dari generasi kegenarasi”.(Red)
Nasional 12 Kabupaten-Kota Sumatera Utara Terancam Longsor Akibat  Hutan Rusak Termasuk Samosir
Iklan Utama 5