logo
Tentang KamiKontak Kami

Teori Kebenaran Ilmu Hukum

Teori Kebenaran Ilmu Hukum
Ilustrasi (rep)
Oleh : Dr. Subani, S.H, M.H.

Pada prinsipnya, teori kebenaran ilmu pengetahuan itu diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) jenis, yakni :

(i) Teori Kebenaran Korespondensi,
(ii) Teori Kebenaran Koherensi, dan
(iii) Teori Kebenaran Konsensus.

Teori Kebenaran "korespondensi" mengatakan bahwa suatu "proposisi" (pernyataan) akan dianggap benar jika pernyataan (proposisi) tersebut "sesuai" (to correspond) dengan fakta di lapangan (empiris). Kebenaran korespondensi ini berlaku untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial.

Teori Kebenaran "koherensi" mengatakan bahwa suatu "proposisi" (pernyataan) akan dianggap benar jika ada "konsistensi logika" dengan pernyataan/kesimpulan sebelumnya.

Contoh ilmu matematika. Kebenaran ilmu matematika tidak memerlukan verifikasi empiris tapi cukup dengan pembuktian konsistensi rasional dengan proposisi sebelumnya. Contoh : 3 x 3 = 9 ; 10 : 2 = 5 dan sebagainya.

Teori Kebenaran "Konsensus" mengatakan bahwa suatu proposisi akan dianggap benar jika ada "Konsensus dari para sejawatnya". Contoh Ilmu hukum yang kebenarannya didasarkan atas konsensus diantara sejawatnya (majelis hakim). Teori Kebenaran Ilmu Hukum itu terdapat Konsensus Horizontal & Konsensus Vertikal.

Teori Kebenaran Horizontal dicapai berdasarkan konsensus diantara para anggota Majelis Hakim sedangkan Teori Kebenaran Vertikal jika suatu perkara diperiksa di tingkat "banding" & "kasasi" dan bahkan sampai "Peninjauan Kembali" (upaya hukum luar biasa).

Teori Kebenaran Konsensus ini tidak dikenal di dalam Ilmu Alam & Ilmu Sosial karena sudah cukup dengan pembuktian yang dilakukan dengan "verifikasi" fakta di lapangan (empiris).

Sebenarnya Teori Kebenaran Konsensus tersebut merupakan kebenaran Intersubyektif" diantara para sejawatnya (majelis hakim).
Jika suatu perkara diperiksa dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi (Mahkamah Agung) hal ini berarti bahwa hasil akhir dari putusannya telah memenuhi Teori Kebenaran Konsensus "Horizontal" & Teori Kebenaran "Vertikal", dengan ketentuan bahwa putusan tersebut tidak ada intervensi dari pihak manapun.

Dengan kata lain, telah dapat dicapai maksimal dari Tujuan "penegakan hukum" (law enforcement) yang komponennya adalah "keadilan"(rechtsvaardigheid), "kepastian hukum" (rechtszekerheid), "kemanfaatan" (doelmatigheid) dan agar tidak terjadi "main hakim sendiri" (eigenrichting).

Tambahan : Menurut pendapat penulis, di dalam ilmu hukum, kebenarannya tidak hanya Teori Kebenaran Konsensus, tapi juga Teori Kebenaran "Koherensi" (Kesesuaian), karena jika hakim memeriksa perkara, hakim senantiasa akan menguji apakah fakta-fakta hukum (rechtsfeiten) yang terungkap di dalam persidangan, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum positif = ius constitutum = positief recht)

Opini : Pemeriksaan oleh hakim tunggal dalam perkara "praperadilan" tidak memenuhi Teori Kebenaran Konsensus, sedangkan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat "final and binding" hanya memenuhi Teori Kebenaran Konsensus Horizontal tapi tidak memenuhi Teori Kebenaran Konsensus Vertikal, padahal produk hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi sangat penting sekali bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.(***)

• Penulis adalah praktisi dan akademisi hukum dari Universitas Tri Sakti Jakarta.
Opini Teori Kebenaran Ilmu Hukum